ASSALAMUALAIKUM. WR.WB

Berjuang !
Sebuah tindakan yang kita butuhkan untuk mencapai masyarakat yang lebih baik, mempublikasi diri saya lewat dunia maya ini tak lain tak bukan, agar Dunia tahu apa yang sedang saya lakukan...apa yang saya kerjakan untuk PERUBAHAAN !
Saya butuh dukungan dari sahabat - sahabat yang membaca blog ini dalam rangka meningkatkan aktifitas dan produktifitas saya.
Saya bersyukur kepada Yang Maha Kuasa, saya terlahir dari keluarga yang sederhana..dari ayahnda yang bernama Sayed Abdul Rachman bin Sayed Usman dan ibunda yang bernama Syarifah Rodiah binti Tengku Sayed Umar yang mempunyai jiwa yang luar biasa...saya dilahirkan di Dumai pada hari Khamis, 19 Desember 1974, bintang Sagitarius, Shio Macan.
Saya telah menikah dengan Rr. Setyowati dan mempunyai 2 orang anak, anak pertama Sayed Aqbil Ruhullya Muntazhar , yang kedua Syarifah Risya Dara Saqueena (kelak yang melanjutkan perjuangan Ayahndanya) - SJR-

14 November 2007

Pilkada Jakarta: Sudah Demokratis?

http://www.rsi.sg/indonesian/wacanaindonesia/view/20070813173700/1/.html

Wawancara RSI (Radio Singapura International)

August 13, 2007

Saudara, Pilkada Jakarta pada 8 Agustus lalu berlangsung dengan tertib dan aman. Antusiasme warga terlihat jelas, memenuhi lebih dari 11 ribu Tempat Pemungutan Suara atau TPS yang tersebar di 6 wilayah kota Jakarta. Tampaknya warga tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk memilih sendiri pemimpinnya ini, dan tentunya berharap agar calon pemimpinannya nanti bisa memperbaiki kondisi Jakarta, sesuai janji-janji yang diucapkan para calon dalam kampanye mereka. Inilah yang dikatakan perwujudan dari demokrasi. Rakyat yang memiliki kuasa memilih pemimpinannya, oleh karena itu, seyogianya lah, pemimpin yang terpilih nanti bertanggungjawab kepada rakyat yang telah memberikan mandate kepadanya.

Hadar Navis Gumay, Direktur Eksekutif CETRO atau Centre for Electoral Reform, mengatakan, dari proses pelaksanaan Pilkada Jakarta kemarin, dinilainya sudah cukup baik, walaupun ada beberapa catatan penting yang harus diperhatikan.

Pertama terkait dengan proses pencalonan dalam pemilihan kepala daerah di undang-undang kita, dimana di DKI dilakukan sebelum mahkamah konstitusi mengambil keputusan tentang calon perseorangan, maka pencalonan harus dilakukan lewat partai politik atau gabungan partai politik, sehingga di DKI pilkada hanya punya 2 pasangan calon, sesungguhnya itu bisa lebih dan ini akan menjadi positif bagi pemilih sendiri. Tetapi itu yang terjadi, sehingga pmeilih di ibukota Jakarta in imenjadi sangat terbatas, akan siapa2 atau alternative pilihan siapa yang menjadi kepala daerahnya. Itu yang pertama.

Yang kedua, Hadar Gumay menggarisbawahi sejumlah ketidakrapian pendataan, yang menyebabkan banyak pemilih yang tidak mendapat kartu pemilih, atau pun tidak terdaftar sebagai pemilih. Hal ini lah yang banyak dikeluhkan warga, terutama mereka yang sebenarnya punya hak dan ingin memilih, tapi sayang, hanya karena masalah administrasi, haknya dipangkas.

Pandangan lain dikemukakan oleh Sayid Junaidi Rizaldi, ketua lembaga pengawas independent, Pilkada Watch. Ia lebih menekankan persoalan etika berdemokrasi baik dari panitia pemilihan maupun dari tim sukses kedua pasangan calon.

Kita melihat banyak aturan2 yang disepakati untuk pelaksanaan pilkada, banyak dilanggar oleh pasangan calon. tapi hal ini ternyata tidak ditanggapi secara signifikan oleh panitia pengawas pemilihan maupun KPUD sebagai penyelenggara pilkada. kita lihat lagi pada masa tenang misalnya, masih banyak terjadi black campaign atau kampanye di luar jadwal. Bahkan puncaknya adalah pencopotan ketua panwas di H-4 , hari pencoblosan, sehingga ini mengundang tanda Tanya besar apakah ini bagian dari scenario politik untuk membuat pilkada ini menjadi tidak fair lagi.

Sayed Junaidi Rizaldi menambahkan, persoalan etika berdemokrasi ini akan besar dampaknya, jika daerah-daerah lain di Indonesia akhirnya mencontoh apa yang terjadi di Jakarta. Ketidaksiapan Panitia Pemilihan yang dikatakan Sayed Junaidi Rizaldi ini- membuat Pilkada tersebut terkesan hanya untuk memenuhi keinginan sekelompok orang yang ingin berkuasa saja, namun tidak memenuhi aspirasi masyarakat.

Karena begini, seperti yang terjadi di negara2 berkembang lain, kalau parameter yang berkuasa itu terjadi Cuma ada pencoblosan dan dia menang, Cuma itu parameternya, maka kekuasaan yang dibangun itu saya pikir legitimasi nya tidak kuat.

Sayed Junaidi Rizaldi, ketua lembaga pengawas indenpenden Pilkada Watch.

+++

Saudara, untuk lebih menggalakkan warga agar menggunakan hak pilihnya, pemda ibukota Jakarta sampai menetapkan hari rabu 8 Agustus lalu sebagai hari libur nasional. Ini dimaksudkan, agar warga memiliki banyak waktu untuk datang ke TPS terdekat untuk mencoblos. Kampanye tentang kerugian golput atau golongan putih juga ditingkatkan dari jauh-jauh hari. Namun ternyata, jumlah mereka yang menggunakan hak pilihnya, dikatakan hanya berkisar di angka 60%. Dari catatan Centre for Electoral Reform atau CETRO, misalnya, angka parsitipasi masyarakat sekitar 63.9%. Angka ini dikatakan Hadar N Gumay, direktur eksekutif CETRO lumayan dibandingkan dengan beberapa kota besar di Indonesia yang telah melakukan pilkada selama ini, seperti Medan, Yogyakarta atau Surabaya, misalnya. Namun ternyata dari total 300 pilkada yang sudah berlangsung di Indonesia, angka ini sebetulnya lebih rendah, karena biasanya, partisipasi masyarakat dalam pilkada rata-rata mencapai 69%.

Hadar N Gumay.

Ini sebetulnya juga harus menjadi catatan buat kita, apalagi kita ketahui pilkada yang sudah ke-300an ini terjadi di Jakarta tetapi partisipasinya juga masih menurun itu yang pertama. Dibandingkan apa yang terjadi di Jakarta selama ini pun, dibandingkan dengan Pemilu 2004, pemilu legislative angkanya 73%. Pemilu pemilihan presiden putaran 1 angkanya 75% pemilu putaran ke 2 angkanya 73%, nah sekarang pemilu gubernur angkanya 64%, jadi ini juga satu jumlah yang tendensinya terus menurun, jadi ini yang harus menjadi perhatian kita ke depan.

Itulah sebabnya, meski antusiasme masyarakat terlihat sangat tinggi, namun menurut Hadar N Gumay, ke depan, harus diupayakan kerja yang lebih keras, agar partisipasi masyarakat ini angkanya meningkat. Karena politik atau pemilu yang tidak didukung oleh masyarakat, akan menjadi masalah.

Sedangkan menurut Sayid Junaidi Rizaldi dari Pilkada Watch mengatakan, antusiasme masyarakat Jakarta yang tinggi ini, memang fenomena yang biasa terjadi di negara dunia ketiga, dimana masyarakat nya merasa harus punya harapan kepada pemimpin untuk memperbaiki nasib mereka.

Jadi masyarakat itu berharap banyak. Mereka punya hak untuk memilih pemimpin mereka, dan berharap banyak pemimpin itu bisa memperbaiki nasib mereka, hidup mereka, anak2 mereka bisa memperoleh pendidikan lebih layak, kesulitan2 ekonomi mereka bisa terjawab, jadi harapan2 ini lah yang mereka punya. Tapi kenyataannya hanya bisa diwujudkan dengan pemimpin yang dipilih oleh mereka sehingga bisa mendapat legitimasi dari mereka.

Sayid Junaidi Rizaldi dari Pilkada Watch.

+++

Saudara, Pilkada Jakarta 2007 ini juga dipandang penting, karena sejumlah pengamat mengatakan, konstelasi politik yang terjadi antara dua calon akan menjadi barometer bagi Pemilu Presiden yang akan berlangsung pada 2009 nanti di Indonesia. Ajang ini, dikatakan sebagai test-case bagi sejumlah partai politik untuk menentukan strategi dalam Pemilu Presiden 2009. Benarkah demikian? Hadar N Gumay, direktur eksekutif CETRO, mengatakan, tidak yakin akan pandangan tersebut.

Menurut saya, saya tidak yakin amat itu, karena pilkada2 ini dan juga banyak pilkada lainnya sangat jangka pendek sifatnya, sehingga koalisi2 itu sangat bervariasi. Disini kebetulan saja, mereka bergerombol menghadapi satu partai yang berkuasa di Jakarta yaknii PKS, tapi di tempat lain mereka justru berkawan dan melawan yang lain juga. Jadi saya tidak terlalu optimis dengan perkembangan ini, karena selalu perhitungan nya adalah perhitungan yang pragmatis. 2009 memang tidak terlalu lama lagi, tapi itu masih satu tahunan lebih yang sebenarnya jangka yang panjang, untuk mengubah persekutuan2 yang sifatnya sangat praktis . Jadi saya tidak terlalu optimis amat, bahwa ini akan merupakan gambaran yang sesederhana itu.

Hadar N Gumay, direktur eksekutif, Centre for Electoral Reform, CETRO.

+++

Saudara, meski KPUD baru akan mengumumkan secara resmi siapa yang memenangkan Pilkada Jakarta pada 18 Agustus nanti, tapi dari hasil quick count yang diselenggarakan pelbagai lembaga independent pemilihan menunjukkan pasangan Fauzi Bowo dan Prijanto unggul dari pasangan Adang Darajatun dan Dani Anwar. Bisakah pasangan ini menepati janji-janji yang telah diucapkan pada saat kampanye, dan memenuhi harapan warga Jakarta yang menginginkan perbaikan hidup dan masa depan Jakarta?.
Kita lihat saja nanti.

Sekian Wacana Indonesia, saya Fika Rosemary dari Jakarta mengucapkan terimakasih atas perhatian anda, sampai jumpa.
(efika @ mediacorp.com.sg)

Tidak ada komentar:

KELUARGA Anugerah Yang Tiada Ternilai